TIPS AMPUH BERTAUBAT
Taubat berasal dari
kata "tawaba" dalam bahasa Arab menunjukkan makna pulang dan kembali.
Sedangkan taubat kepada Allah SWT berarti pulang dan kembali ke
haribaan-Nya serta tetap di pintu-Nya.
Maksud taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat atau
dosa. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hambaNya agar
mereka dapat kembali kepada-Nya. Firman Allah yang bermaksud :
“Wahai orang-orang Yang beriman! bertaubatlah kamu kepada Allah Dengan "
taubat Nasuha", Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke Dalam syurga Yang
mengalir di bawahnya beberapa sungai, pada hari Allah tidak akan
menghinakan Nabi dan orang-orang Yang beriman bersama-sama dengannya;
cahaya (iman dan amal soleh) mereka, bergerak cepat di hadapan mereka
dan di sebelah kanan mereka (semasa mereka berjalan); mereka berkata
(ketika orang-orang munafik meraba-raba Dalam gelap-gelita): "Wahai
Tuhan kami! sempurnakanlah bagi Kami cahaya kami, dan Limpahkanlah
keampunan kepada kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap
sesuatu". (At-Tahrim : 8)
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya :
"Artinya adalah, taubat yang sebenarnya dan sepenuh hati, akan menghapus
keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya, mengembalikan keaslian
jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus keburukan-keburukan yang
dilakukannya."
Hasan Al Bashri berkata : “Taubat adalah jika seorang hamba menyesal
akan perbuatannya pada masa lalu, serta berjanji untuk tidak
mengulanginya.”
Al Kulabi berkata : “Yaitu agar meminta ampunan dengan lidah, menyesal
dengan hatinya, serta menjaga tubuhnya untuk tidak melakukannnya lagi.”
Sa'id bin Musayyab berkata : “Taubat nasuha adalah: agar engkau
menasihati diri kalian sendiri.”
Dari pendapat yang diberikan di atas bahawa taubat nasuha itu adalah
taubat yang sebenarnya dan tidak lagi mengulangi kesalahan yang
dilakukan. Taubat nasuha dilakukan dengan penuh penyesalan atas segala
dosa yang dilakukan. Allah menerima orang yang bertaubat
bersungguh-sungguh dan tidak lagi mengulangi perbuatan dosa tersebut.
Manakala orang yang bertaubat kemudia masih melakukan perbuatan dosa
tersebut tidak dinamakan sebagai taubat nasuha.
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Taubat berasal dari
kata "tawaba" dalam bahasa Arab menunjukkan makna pulang dan kembali.
Sedangkan taubat kepada Allah SWT berarti pulang dan kembali ke
haribaan-Nya serta tetap di pintu-Nya.
Maksud taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat atau
dosa. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hambaNya agar
mereka dapat kembali kepada-Nya. Firman Allah yang bermaksud :
“Wahai orang-orang Yang beriman! bertaubatlah kamu kepada Allah Dengan "
taubat Nasuha", Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke Dalam syurga Yang
mengalir di bawahnya beberapa sungai, pada hari Allah tidak akan
menghinakan Nabi dan orang-orang Yang beriman bersama-sama dengannya;
cahaya (iman dan amal soleh) mereka, bergerak cepat di hadapan mereka
dan di sebelah kanan mereka (semasa mereka berjalan); mereka berkata
(ketika orang-orang munafik meraba-raba Dalam gelap-gelita): "Wahai
Tuhan kami! sempurnakanlah bagi Kami cahaya kami, dan Limpahkanlah
keampunan kepada kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap
sesuatu". (At-Tahrim : 8)
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya :
"Artinya adalah, taubat yang sebenarnya dan sepenuh hati, akan menghapus
keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya, mengembalikan keaslian
jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus keburukan-keburukan yang
dilakukannya."
Hasan Al Bashri berkata : “Taubat adalah jika seorang hamba menyesal
akan perbuatannya pada masa lalu, serta berjanji untuk tidak
mengulanginya.”
Al Kulabi berkata : “Yaitu agar meminta ampunan dengan lidah, menyesal
dengan hatinya, serta menjaga tubuhnya untuk tidak melakukannnya lagi.”
Sa'id bin Musayyab berkata : “Taubat nasuha adalah: agar engkau
menasihati diri kalian sendiri.”
Dari pendapat yang diberikan di atas bahawa taubat nasuha itu adalah
taubat yang sebenarnya dan tidak lagi mengulangi kesalahan yang
dilakukan. Taubat nasuha dilakukan dengan penuh penyesalan atas segala
dosa yang dilakukan. Allah menerima orang yang bertaubat
bersungguh-sungguh dan tidak lagi mengulangi perbuatan dosa tersebut.
Manakala orang yang bertaubat kemudia masih melakukan perbuatan dosa
tersebut tidak dinamakan sebagai taubat nasuha.
Copy and WIN : http://ow.ly/KN
Ma'af sebelumnya artikel ini sebenarnya membahas syarat-syarat bertaubat bukan tips2 nya,Agar bertaubat dapat sungguh-sungguh dan diterima Allah maka
dibutuhkan syarat. Para ulama menjelaskan syarat- syarat taubat yaitu:Copy and WIN : http://ow.ly/KN
1. Islam, tidak sah taubat dari dosa dan kemaksiatan kecuali dari seorang muslim, sebab taubatnya orang kafir adalah masuk islam. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:
“Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Qs. An Nisaa:18)
2. Ikhlas. Tidak sah
taubat seseorang kecuali dengan ikhlas dengan cara menujukan taubatnya
tersebut semata mengharap wajah Allah, ampunan dan penghapusan dosanya.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إلاَّ مَا كَانَ خَالِصًا وَ ابْتَغَي بِهِ وَجْهَ الله
“Sesungguhnya Allah tidak menerima satu amalan kecuali dengan ikhlas dan mengharap wajahNya.”Sehingga seorang yang bertaubat atau meninggalkan perbuatan dosa karena bakhil atas hartanya atau takut dicela orang atau tidak mampu melakukannya tidak dikatakan bertaubat secara syar’I menurut kesepakatan para ulama. Oleh karena itu kata taubat dalam Al Qur’an mendapat tambahan kata ‘kepada Allah’, seperti firman Allah:
إِن تَتُوبَآ إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا
“Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)” (Qs. At Tahrim:4)3. Mengakui dosanya. Tidak sah taubat kecuali setelah mengetahui, mengakui dan memohon keselamatan dari akibat jelek dosa yang ia lakukan, sebagaimana disampaikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepada A’isyah dalam kisah Fitnatul Ifki:
بَعْدُ يَا عَائِشَةُ
فَإِنَّهُ قَدْ بَلَغَنِي عَنْكِ كَذَا وَكَذَافَإِنْ كُنْتِ بَرِيئَةً
فَسَيُبَرِّئُكِ اللَّهُ وَإِنْ كُنْتِأَلْمَمْتِ بِذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرِي
اللَّهَ وَتُوبِي إِلَيْهِ فَإِنَّالْعَبْدَ إِذَا اعْتَرَفَ بِذَنْبِهِ
ثُمَّ تَابَ إِلَى اللَّهِ تَابَاللَّهُ عَلَيْه
Amma ba’du, wahai A’isyah sungguh telah sampai kepadaku berita
tentangmu bagini dan begitu. Apabila kamu berlepas (dari berita
tersebut) maka Allah akan membersihkanmu dan jika kamu berbuat dosa
tersebut, maka beristighfarlah kepada Allah dan bertaubatlah kepadaNya.
Karena seorang hamba bila mengakui dosanya kemudian bertaubat kepada
Allah niscaya Allah akan menerima taubatnya. (HR Al Bukhori).4. Menyesali perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. Penyesalan memberikan tekad, kemauan dan pengetahuan kepada pelakunya bahwa kemaksiatan yang dilakukannya tersebut akan menjadi penghalang dari Rabbnya, lalu ia bersegera mencari keselamatan dan tidak ada jalan keselamatan dari adzab Allah kecuali berlindung kepadaNya, sehingga muncullah taubat dalam dirinya. Oleh karena itu tidak terwujud taubat kecuali dari penyesalan, sebab tidak menyesali perbuatannya adalah dalil keridhoan terhadap kemaksiatan tersebut, seperti disabdakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
النَّدَمُ تَوْبَةٌ
“Penyesalan adalah taubat.”5. Berlepas dan meninggalkan perbuatan dosa tersebut apabila kemaksiatannya adalah pelanggaran larangan Allah dan bila kemaksiatannya berupa meninggalkan kewajiban maka cara meninggalkan perbuatan dosanya adalah dengan melaksanakannya. Ini termasuk syarat terpenting taubat. Dalilnya adalah firman Allah:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah – Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui.” (Qs. Al Imran:135)
Al Fudhail bin Iyaadh menyatakan: “Istighfar tanpa meninggalkan kemaksiatan adalah taubat para pendusta.”
6. Berazzam dan bertekad tidak akan mengulanginya dimasa yang akan datang.
7. Taubat dilakukan pada masa diterimanya taubat. Apa bila bertaubat pada masa ditolaknya seluruh taubat manusia, maka tidak berguna taubatnya. Masa tertolaknya taubat ini di tinjau dari dua sisi:
a. Dari pelaku itu sendiri, maka waktu taubatnya sebelum kematian. Apabila bertaubat setelah sakaratul maut, maka taubatnya tidak diterima. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya :
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ
لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ
الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ وَلاَ الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ
كُفَّارٌ أُوْلَـئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَاباً أَلِيماً
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang
di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat
sekarang” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang
mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan
siksa yang pedih.” (Qs. 4:18)Hal inipun disampaikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya:
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْد مَا لَمْ يُغَرغِرْ
“Sesungguhnya Allah menerima taubat hambaNya selama belum sakaratul maut.”Oleh karena itu Allah tidak menerima taubat Fir’aun ketika tenggelam, seperti dikisahkan dalam firmanNya:
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي
إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْياً
وَعَدْواً حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنتُ أَنَّهُ لا
إِلِـهَ إِلاَّ الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً
وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka
diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan
menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam
berkatalah dia:”Saya percaya bahwa tidak ada Ilah melainkan yang
dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah)”. Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal
sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk
orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan
badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang
sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari
tanda-tanda kekuasaan Kami. (Qs. Yunus:90-92)b. Dari manusia secara umum. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyatakan :
الْهِجْرَةُ لاَ تَنْقَطِعُ حَتَّى تَنْقَطِعَ الْتَوْبَةُ وَلاَ تَنْقَطِعُ الْتَوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Hijroh tidak terputus sampai terputusnya taubah dan taubat tidak terputus sampai matahari terbit dari sebelah barat.”Dan sabda beliau :
إِنَّاللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ
بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَمُسِيئُ النَّهَارِوَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ
لِيَتُوْبَ مُسِيئُ اللَّيْلِ حَتَّىتَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala selalu membuka tangan-Nya di waktu
malam untuk mene-rima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang
hari, dan Allah membuka tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat
orang yang melakukan kesalahan di malam hari. Begitulah, hingga
matahari terbit dari barat.”Apabila matahari telah terbit dari barat maka taubat seorang hamba tidak bermanfaat, sebagaimana ditegaskan Allah dalam firmanNya :
هَلْ يَنظُرُونَ إِلاَّ أَن
تَأْتِيهُمُ الْمَلآئِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ
آيَاتِ رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لاَ يَنفَعُ نَفْساً
إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِن قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا
خَيْراً قُلِ انتَظِرُواْ إِنَّا مُنتَظِرُونَ
“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat
kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Rabbmu atau
kedatangan sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfa’at lagi iman
seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia
(belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah:”Tunggulah olehmu sesungguhnya kamipun menunggu(pula)” “. (Qs. Al An’am: 158)8. Khusus yang berhubungan dengan orang lain maka ada tambahan berlepas dari hak saudaranya, apabila itu berupa harta atau sejenisnya, maka mengembalikannya kepadanya dan bila berupa hukuman menuduh (zina) maka memudahkan hukuman atau memohon maaf darinya dan bila nerupa ghibah, maka memohon dihalalkan dari ghibah tersebut.
Syaikh Muhammad Ibnu Shalih Al Utsaimin berkata: “Adapun bila dosa tersebut antara kamu dengan manusia, apabila berupa harta, harus menunaikannya kepada pemiliknya dan tidak diterima taubtanya kecuali dengan menunaikannya. Contohnya kamu mencuri harta dari seseorang lalu kamu bertaubat dari hal itu, maka kamu harus menyerahkan hasil curian tersebut kepada pemiliknya. Juga contoh lain, kamu mangkir dari hak seseorang, seperti kamu punya tanggungan hutang lalu mangkir darinya, kemudian kamu bertaubat, maka kamu harus pergi kepada orang yang bersangkutan dan memeberikan pengakuan dihadapannya sehingga ia mengambil haknya. Apabila orang tersebut telah meninggal dunia, maka kamu berikan kepada ahli warisnya. Apabila tidak tahu atau ia menghilang darimu dan kamu tidak mengetahui keberadaannya maka bersedekahlah dengan harta tersebut atas namanya agar bebas dari (kewajiban) tersebut dan Allahlah yang mengetahui dan menyampaikannya kepadanya. Apabila kemaksiatan yang kamu lakukan terhadap orang lain berupa pemukulan atau sejenisnya, maka datangilah ia dan mudahkanlah ia untuk membalas memukul kamu seperti kamu memukulnya. Apa bila yang dipukul punggung maka punggung yang dipukul dan bila kepala atau bagian tubuh lainnya maka hendaklah ia membalasnya.
Hal ini didasarkan pada firman Allah:
وَجَزَاء سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, (Qs. 42:40)
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُواْ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
Dan firmanNya:Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.(Qs. 2:194)
Apabila berupa perkataan (menyakitinya dengan perkataan), seperti kamu mencela, menjelek-jelekinya dan mencacinya dihadapan orang banyak, maka kamu harus mendatanginya dan meminta maaf darinya dengan apa saja yang telah kamu berdua sepakati, sampai-sampai seandainya ia tidak memaafkan kamu kecuali dengan sejumlah uang maka berilah. Sedang yang ke empat adalah apabila hak orang lain tersebut berupa ghibah, yaitu kamu pernah membicarakannya tanpa sepengetahuan nya dan kamu menjelek-jelekkannya dihadapan orang banyak ketika ia tidak ada. Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang menyatakan ia harus mendatanginya dengan menyatakan: “Wahai fulan saya pernah merumpi (menggibahi) kamu dihadapan orang maka saya mohon kamu memaafkan saya dan menghalalkannya”. Sebagian ulama menyatakan: “Tidak menemuinya namun harus diperinci permasalahannya. Apabila orang tersebut telah mengetahui perbuatan ghibah tersebut, maka harus menemuinya dan minta dimaafkan. Namun bila tidak mengetahuinya maka jangan berangkat menemuinya namun cukup memintkan ampunan untuknya dan menyampaikan kebaikan-kebaikannya dimajlis-majlis yang kamu pernah gunakan dalam menggibahinya, karena kebaikan-kebaikan menghapus kejelekan”. Inilah pendapat yang rajih (kuat)”.
Sedangkan Syaikh Saalim bin Ied Al Hilali memberikan syarat bila tidak menimbulkan mafsadat yang lebih besar lagi. Beliau berkata: “Apabila dosa itu berupa ghibah maka ia meminta dihalalkan (dimaafkan) selama tidak mebnimbulkan mafsadat lain akibat dari permintaan maaf itu sendiri. Apabila menimbulkan maka yang wajib baginya adalah mencukupkan dengan mendoakan kebaikan untuknya.”
Lalu bagaimana bisa menyesali perbuatan dosa tentunya dengan mengingat kebesaran Allah yang kita maksiati dan akibat bruk dari dosa tersebut di dunia dan akhirat.
Semoga bermanfa'at...
0 komentar: